KONFLIK INTER DAN ANTAR
SUKU DI INDONESIA
Indonesia adalah Negara yang masyarakatnya heterogen atau
majemuk, terdiri dari berbagai macam suku, agama, ras, adat istiadat dan
kebudayaan. Kemajemukan dan multikulturalitas
mengisyaratkan adanya perbedaan. Bila dikelola secara benar, kemajemukan dan multikulturalitas
menghasilkan kekuatan positif bagi
pembangunan bangsa. Sebaliknya, bila tidak dikelola secara benar, kemajemukan
dan multikulturalitas bisa menjadi faktor destruktif atau yang kita kenal dengan
sebutan konflik. Beragamnya suku,
agama ras dan golongan membuat Indonesia sebagai bangsa yang rawan konflik. Dari ujung timur sampai ujung
barat bangsa ini sering kali terdengar jerit tangis bahkan tetesan darah menyelimuti Tanah Air.
Semboyan yang terdapat di kaki kuat sang Burung Garuda “Bhineka Tunggal Ika”
nampaknya belum menjiwai seluruh warga bangsa ini. Rasa satu kesatuan sebagai
warga negara bukanlah hal utama, melainkan arti kata semboyan bangsa ini hanya
sekadar wacana belaka.
Setiap konflik yang berujung SARA bermula dari konflik
individu yang kemudian mengarah ke konflik kolektif yang mengatasnamakan etnis.
Kasus konflik Tarakan, Kalimantan Timur berawal dari salah seorang pemuda Suku
Tidung yang melintas di kerumunan Suku Bugis, lantas dikeroyok oleh lima orang
hingga tewas karena sabetan senjata tajam. Konflik Tarakan menjadi memanas
nyatanya tersimpan dendam ke Suku Bugis yang lebih maju menguasai sektor ekonomi.
Faktor ekonomi juga juga menjadi penyebab utama konflik di bangsa ini, dalam
kasus sebuah klub kafe di Bilangan Jakarta Selatan “Dari Blowfish ke Ampera”
antara Suku Ambon dan Suku Flores yang berawal dari perebutan jasa penjaga
preman hingga konflik tersebut mengarah ke konflik etnis. Di balik konflik antaretnis
di Indonesia yang memecahkan satu kesatuan bangsa jika ditelisik lebih mendalam
terdapat sumbu yang membuat satu etnis dengan etnis lainnya hanya
memperlihatkan rasa keaku-akuannya, rasa “kami” dan “mereka”, yaitu mereka
melihat etnis lain adalah kelompok luar dari lainnya, dan etnis luar melihat
etnis etnis lain sebagai musuh baginya.
Di dalam pendahuluan, telah kita singgung beberapa
gambaran mengenai Konflik di Indonesia. Berikut di bawah ini adalah
contoh-contoh kasus dari Konflik Inter dan Antar Suku di Indonesia :
I.
KONFLIK INTERNAL SUKU
Ada krisis adat yang menimbulkan konflik
internal / konflik dalam masing-masing suku. Ada ketidak- sesuaian yang didengar dan yang dilihat/ Ada ketidak sesuaian antara ajaran agama dan adat
yang dianut. Kita pernah pecah dengan terjadinya perang rakyat (perang padri). Sebab terjadinya
perlawanan rakyat: Perselisihan antara kaum padri dengan kaum adat. Karena ketidaksetujuan
kaum adat terhadap penghapusan sebagian adat istiadat yang telah berakar di masyarakat. Perang yang berkepanjangan
dan rakyat menderita oleh perang itu oleh karena perbedaan pandang kaum adat
dan agama.
Perang Padri adalah peperangan yang berlangsung di Sumatera
Barat dan sekitarnya terutama di kawasan Kerajaan
Pagaruyung dari tahun 1803 hingga 1838.
Perang Padri dimulai dengan munculnya pertentangan sekelompok ulama yang dijuluki sebagai Kaum Padri terhadap kebiasaan-kebiasaan tradisi yang marak dilakukan oleh kalangan masyarakat yang disebut Kaum Adat di kawasan Kerajaan Pagaruyung dan sekitarnya.
Kebiasaan yang dimaksud seperti perjudian, penyabungan ayam, penggunaan madat, minuman keras, tembakau, sirih, dan juga aspek hukum adat matriarkat mengenai warisan,
serta longgarnya pelaksanaan kewajiban ritual formal agama Islam. Tidak
adanya kesepakatan dari Kaum Adat yang padahal telah memeluk Islam untuk
meninggalkan kebiasaan tersebut memicu kemarahan Kaum Padri, sehingga pecahlah
peperangan pada tahun 1803.
Hingga tahun 1833, perang ini dapat dikatakan sebagai perang
saudara yang melibatkan sesama Minang dan Mandailing. Dalam peperangan ini, Kaum Padri dipimpin oleh Harimau
Nan Salapan sedangkan Kaum Adat dipimpinan oleh Yang
Dipertuan Pagaruyungwaktu
itu Sultan
Arifin Muningsyah.
Kaum Adat yang mulai terdesak, meminta bantuan kepada Belanda pada tahun 1821.
Namun keterlibatan Belanda ini justru memperumit keadaan, sehingga sejak tahun
1833 Kaum Adat berbalik melawan Belanda dan bergabung bersama Kaum Padri,
walaupun pada akhirnya peperangan ini dapat dimenangkan Belanda.
II.
KONFLIK
ANTAR SUKU
1. Perang
Panah di Papua
TEMPO.CO, Timika— Konflik antar warga
kampung pecah di Kwamki Lama, Mimika, Papua. Selain melukai puluhan warga
Kampung Amole dan Kampung Harapan, kerusuhan juga membuat dua rumah warga
terbakar.
Padahal selama konflik ini, tercatat lima orang warga Kampung Harapan dan
satu warga Kampung Amole meninggal.
Ratusan warga dari dua kampung bersebelahan ini (Kampung Amole dan Kampung Harapan) sudah memenuhi perbatasan antar kampung. Masing-masing bersenjatakan panah. Aparat TNI – Polri yang berjaga-jaga hanya mampu melokalisir konflik agar tidak meluas ke wilayah lain.
Puluhan warga Kampung Harapan melepaskan panah ke arah warga Kampung Amole. Tetapi tidak direspon oleh warga Kampung Amole. Karena berkali-kali diprovokasi, warga Kampung Amole kemudian menyerang balik. Akibatnya, sedikitnya tiga warga Kampung Harapan terluka oleh panah dibagian punggung dan kaki
Pada konflik terbuka ini dua rumah warga milik marga Kiwak dibakar dan
memicu kemarahan warga Kampung Amole. Kepala Sektor Kepolisian Mimika Timur,
Ajun Komisaris Polisi Langgia, mengatakan pembakaran rumah oleh warga Kampung harapan
dilakukan karena ada yang menyebar isu bahwa ada senjata yang disimpan dalam rumah itu. “Itu, mereka mengira ada senjata yang
disimpan dalam rumah itu, karena itu ada dua rumah yang dibakar,” ungkap Ajun Kompol. Langgia.
Sedikitnya, 40 warga Kampung Harapan menderita luka panah dan senapan
angin. Sementara jumlah warga yang terluka di kampung Amole berjumlah 21 orang.
Sejumlah tokoh masyarakat dan tokoh agama di Kwamki lama mengeluhkan peran
Pemerintah Daerah Mimika yang dinilai membiarkan dan tidak peduli dengan
konflik yang terus memakan korban jiwa ini. Sejak konflik berkecamuk, tidak ada
pejabat pemerintah Daerah Mimika yang berupaya mendamaikan warga yang bertikai.
2. Perang Suku di
Sumba, NTT
TEMPO.CO, Kupang - Perkelahian antarwarga yang dipicu masalah tanah di Kabupaten Sumba
Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), meletus. Akibatnya, seorang warga tewas.
"Pertikaian ini terjadi dipicu sengketa tanah antarwarga di Sumba yang
menyebabkan satu orang tewas," kata Kepala Polres Sumba Barat, Ajun
Komisaris Besar Yayat Jatmika.
Perang melibatkan puluhan warga dari dua suku, yakni Suku Ama Dama asal Kampung Kolowo Djawa, Desa Waimaringi, dan Suku Ama Wini yang bermukim di Kampung Ida Bonu dan Golo Kawunu, Desa Tebara, Kecamatan Loli, Sumba Barat.
Akibat pertikaian itu, Dedo Tagu Duala
tewas dengan kondisi mengenaskan. Tanah yang diperebutkan terletak di Kampung
Ida Bonnu, wilayah yang berbatasan dengan kediaman dua suku tersebut.
"Kedua suku itu sudah lama memperebutkan tanah di kampung tersebut," ungkap Kepala Polres Sumba
Barat.
Menurut dia, pihaknya telah memanggil kedua suku yang bertikai untuk
dimintai keterangan lebih lanjut. Pada prinsipnya, suku pihak penyerang
siap mempertanggungjawabkan perbuatannya asalkan tanah sengketa itu tidak
diganggu atau digarap sambil menunggu keputusan pihak kecamatan. "Masalah
tanah ini sementara diselesaikan oleh pihak kecamatan," katanya.
Sejauh ini, polisi belum menetapkan satu tersangka pun dalam kasus tersebut. Sebab, polisi masih melakukan konsolidasi dan pengamanan di lokasi kejadian. "Kita masih lakukan konsolidasi dan akan panggil saksi-saksi untuk diperiksa," katanya.
Dia mengatakan, jenazah korban telah dievakuasi dan dibawa ke kediamannya untuk selanjutnya dimakamkan. Sedangkan pihaknya telah menerjunkan sekitar 20 personil untuk mengamankan lokasi kejadian dan mengantisipasi pecahnya pertikaian susulan. "Kondisinya sudah mulai terkendali. Kita berharap tidak terjadi pertikaian susulan," katanya.
3. Peristiwa
Sampit, Kalimantan : Suku Dayak VS Suku
Madura
Ketidakmerataan penyebaran penduduk juga dapat menimbulkan
masalah. Kepadatan penduduk yang mendororong etnis Madura melakukan migrasi ke
Pulau Kalimantan. Di mana masih membutuhkan kebutuhan akan Sumber Daya Manusia
untuk mengolah kekayaan alam dan membangun infrastruktur perekonomian.
Pencapaian atas kerja keras, hidup hemat bahkan penderitaan yang dirasakan
etnis Madura terbayarkan sudah ketika keberhasilan sudah ditangan. Dengan
menguasai sektor-sektor perdagangan sehingga orang-orang non Madura yang lebih
awal bergerak di bidang itu terpaksa terlempar keluar.
Persaingan hidup antar etnis ini pun terjadi. Timbullah
kecemburuan sosial antara etnis pendatang (Suku Madura) dengan etnis asli (Suku
Dayak) yang mendiami Pulau Kalimantan ini. Nampaknya kesenjangan sosial ekonomi dari pendatang yang sebagai
mayoritas menguasai sektor ekonomi membuat konflik menjadi lebih memanas
.
Meletuslah konflik Sampit di Kalimantan antara Etnis Dayak dan
Etnis Madura. Sampai saat ini untuk menentukan pihak yang benar sangat sulit.
Dikarenakan semua pihak yang bertikai bisa dikatakan benar dan bahkan keduanya
bisa dikatakan salah.
Sebab-sebab terjadinya Perang antar suku adalah :
1. Adanya pihak2
tertentu yg mengunakan konflik utk kepentingan sendiri
2. Superioritas
/ Etnosentisme antar suku (merasa sukunya
ekslusif)
3. Adanya
rasa persaingan yang tidak sehat
Solusi mengatasi konflik antar suku menggunakan konsep asimilasi dalam suatu hubungan antar etnik dan
ras merupakan upaya mengurangi perbedaan-perbedaan diantara mereka. Asimilasi
terjadi pada golongan minoritas, dimana mencapai satu kesatuan, integrasi dalam
organisasi kehidupan bermasyarakat.
Alternatif
dalam menyatukan etnis di Indonesia dengan mengadakan akomodasi merupakan
solusi yang tepat untuk menyatukan bangsa yang besar ini. KH. Abdurahman Wahid
mengungkapkan “Sebuah bangsa yang mampu bertenggang rasa terhadap
perbedaaan-perbedaaan budaya, agama, dan ideologi adalah bangsa yang besar”
untuk mewujudkan integrasi antaretnis di Indonesia dengan mutual of
understanding, sehingga semboyan yang mencengkram dalam kaki kuat Burung
Garuda bukanlah wacana lagi.
Nama :
Elysa
Dennis
Evelyn
Dian
Evelyn
Dian
Djuandi Kurniawan
(Kelompok 2: Diolah dari berbagai sumber)
ISTILAH – ISTILAH PENTING
(Dikutip dari : http://kbbi.web.id/)
konflik /kon·flik/ n 1 percekcokan;
perselisihan; pertentangan; 2 Sas ketegangan
atau pertentangan di dl cerita rekaan atau drama (pertentangan antara dua
kekuatan, pertentangan dl diri satu tokoh, pertentangan antara dua tokoh, dsb);
heterogen
/he·te·ro·gen/ /héterogén/ a
terdiri atas berbagai unsur yg berbeda sifat atau berlainan jenis; beraneka
ragam;
akomodasi /ako·mo·da·si/ n 1 sesuatu yg disediakan
untuk memenuhi kebutuhan, msl tempat menginap atau tempat tinggal sementara
bagi orang yg bepergian: dia bertugas menyiapkan --
bagi para tamu yg datang dr luar daerah; 2 Bio penyesuaian mata untuk menerima
bayangan yg jelas dr objek yg berbeda; 3 Antr
penyesuaian manusia dl kesatuan sosial untuk menghindari dan meredakan
interaksi ketegangan dan konflik; 4 Sos penyesuaian
sosial dl interaksi antara pribadi dan kelompok manusia untuk meredakan
pertentangan; 5 Lay kamar atau
ruang tempat tinggal awak kapal atau penumpang kapal;
asimilasi /asi·mi·la·si/ n 1 Sas penyesuaian (peleburan)
sifat asli yg dimiliki dng sifat lingkungan sekitar; 2 Ling
perubahan bunyi konsonan akibat pengaruh konsonan yg berdekatan; 3 Bot
pengolahan zat pd tumbuh-tumbuhan yg mengandung butir hijau daun dng pertolongan
sinar matahari; pengubahan zat bertenaga rendah menjadi zat bertenaga tinggi yg
diproses oleh tumbuhan;
ideologi /ide·o·lo·gi/ /idéologi/ n 1 kumpulan konsep
bersistem yg dijadikan asas pendapat (kejadian) yg memberikan arah dan tujuan
untuk kelangsungan hidup: dl pertemuan itu penatar
menjelaskan dasar -- negara; 2 cara berpikir seseorang atau
suatu golongan: hal itu menjadi makanan empuk bagi -- asing yg
ingin menginfiltrasi kita; 3 paham, teori, dan tujuan yg
merupakan satu program sosial politik: --
integrasi /in·teg·ra·si/ n pembauran hingga menjadi kesatuan
yg utuh atau bulat;
Tidak ada komentar:
Posting Komentar